Sunday, March 1, 2015

Kontes Ratu Sejagad, Ajang Promosi atau Ekspliotasi?

Sebulan lalu, perwakilan Indonesia di ajang Miss Universe, Elvira Devinamira mengulang kembali prestasi yang cukup mengganggakan atas terpilihnya sebagai kontestan top 15 (semifinalis). Sebelumnya perwakilan Indonesia yang berhasil menembus ke semifinalis yaitu Whulandary Herman pada tahun 2013 dan Artika Sari Devi pada tahun 2005.
Saat ini Indonesia menjadi kontestan tetap yang setiap tahun mengirimkan wakilnya untuk mengikuti ajang kecantikan tersebut. Tidak hanya Miss Universe saja, tetapi juga perhelatan internasional sejenis lainnya seperti Miss World, Miss International, dan lain sebagainya. Bahkan untuk laki-laki pun ada kontesnya dan dalam satu dekade ini Indonesia tidak pernah absen mengirimkan wakilnya untuk bertanding.
Pengiriman perwakilan untuk kontes-kontes tersebut sempat dilarang pada saat rezim pemerintahan orde baru. Saat itu kontes kecantikan dianggap hanya untuk meraup keuntungan bisnis perusahaan kosmetik, pakaian renang, rumah mode, atau salon kecantikan, dan bertujuan mengeksploitasi kecantikan perempuan dan pelecehan. Seiring pergantian pemerintahan, perubahan cara pandang masyarakat, dan perkembangan informasi, kontes tersebut diperbolehkan lagi pelaksanaannya bahkan diizinkan untuk mengirim pemenangnya untuk mewakili Indonesia di kontes internasional. Keikutsertaan Indonesia dalam kontes kecantikan bertaraf internasional tersebut digadang-gadang akan dapat lebih memaksimalkan potensi pariwisata Indonesia dan sebagai ajang promosi kebudayaan Indonesia di mata dunia.

Ajang Promosi Pariwisata
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dengan mengirimkan perwakilan ke ajang internasional tersebut nama Indonesia akan lebih dikenal oleh masyarakat dunia. Mengingat masih banyak warga negara asing yang hanya mengenal Bali saja, dan menganggap Indonesia dan Bali adalah dua negara yang berbeda. Saat nama Indonesia disebut, masyarakat internasional yang masih asing dengan negara kita akan bertanya-tanya dan mencari informasi tentang Indonesia. Tidak kecil kemungkinan juga setelah mengetahui tentang keindahan Indonesia mereka akan sangat tertarik untuk berkunjung dan sekedar berlibur menikmati keindahan alam yang ada. Bahkan saat ini pakaian tradisional menjadi salah satu unsur yang dikompetisikan dalam ajang kecantikan tersebut sehingga dunia dapat melihat secara langsung hasil karya kreatifitas desainer dalam negeri dalam menginterpretasikan pakaian adat tradisional ke dalam suatu bentuk fisual yang lebih modern.
Terbukti saat dua tahun yang lalu salah satu ajang internasional terbesar yaitu Miss World dihelat di Bali. Terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan asing di Indonesia yang terpusat di Bali pada tahun 2013 terutama pada saat mendekati dan beberapa minggu setelah kontes diselenggarakan. Jumlah kunjungan wisatawan di Indonesia semakin membaik sejak saat itu. Peningkatan yang relatif baik sejak peristiwa pengeboman yang terjadi beberapa tahun lalu di tempat yang sama dan menurunkan angka kunjungan wisatawan asing secara drastis karena perasaan tidak aman dan banyaknya negara yang memberlakukan larangan untuk mengunjngi Indonesia (travel warning). Hal itu didorong pula oleh penyelenggaraan event internasional lain yaitu pertemuan tahunan KTT APEC yang juga diadakan di Bali.

Eksploitasi Bisnis
Penyelenggaraan kontes Miss World tersebut memang sempat mendapat penentangan dari beberapa pihak, tetapi kontes tetap dapat diselenggarakan dengan mengurangi unsur-unsur yang tidak sesuai dengan norma-norma yang diterapkan di Indonesia seperti penghapusan kontes pakaian renang atau bikini dan lebih menekankan unsur kebersamaan dan kemanusiaan. Apalagi sisi sosial diangkat menjadi salah satu tolok ukur penilaian dalam konter tersebut, sebut saja segmen Beauty with A Purpose yang telah banyak memberikan sumbangsih bagi kemanusiaan.
Penyelenggaraan kontes kecantikan maupun pengiriman wakil Indonesia dalam kontes kecantikan internasional saat ini telah didukung secara penuh oleh pemerintah. Namun banyak juga yang pihak-pihak yang masih menentang diadakannya kontes kecantikan atau pengiriman wakil dalam kontes kecantikan bahwa penyelenggaraan kontes tersebut tidak memiliki faedah sama sekali. Hal ini dapat dibenarkan jika kita melihat penyelenggaraan salah satu kontes kecantikan terbesar yaitu Miss Universe.
Kontes Miss Universe gagal dilaksanakan pada tahun 2014 karena banyaknya pertimbangan, yang pada akhirnya ditetapkan juga pelaksanaannya di awal tahun 2015. Salah satunya adalah permasalahan pembiayaan. Perhelatan kontes kecantikan tersebut mematok biaya yang sangat tinggi dalam pelaksanaannya dan biaya tersebut akan lebih banyak dibebankan kepada pelaksana di negara temapt kontes tersebut diselenggarakan. Hal ini dapat dianggap sebagai sebuah pemborosan jika memang kontes tersebut dibiayai oleh pemerintah setempat melalui dana lembaga pariwisatanya bukan oleh sponsor.
Selain itu, penyelenggaraan Miss Universe dianggap terlalu vulgar dalam mengeksploitasi kecantikan wanita dan menggiringnya menjadi salah satu ladang bisnis untuk menuari profit. Tentu saja organisasi penyelenggara kontes tidak ingin dirugikan dengan membuang banyak biaya dari perusahaan sendiri. Pastinya mereka akan mencari sponsor sebanyak-banyaknya dalam pelaksanaan dan meraup untung sebanyak-banyaknya misalnya hak siar atau penjualan tiket dan merchandise atas penyelenggaraan kontes yang sudah sangat tenar tersebut.

Seiring dengan perkembangan pemikiran masyarakat yang semakin humanis, kita harus bisa menyaring dan menyesuaikan jika memang kontes tersebut layak untuk diikuti atau diselenggarakan di negara ini. Harus disesuaikan dengan norma-norma yang ada, tidak terlalu mengekpose dan mengkploitasi kecantikan perempuan hanya untuk tujuan bisnis, dan harus memiliki visi, misi, dan tujuan untuk mengembangkan sisi kemanusiaan.

No comments:

Post a Comment